“Anak cowok tidak boleh menangis!”
Kalimat tersebut mungkin adalah kata-kata yang sering orangtua katakan kepada anak laki-lakinya sejak mereka kecil. Perkataan tersebut kemudian disampaikan turun menurun dan akhirnya dijadikan “pedoman hidup” oleh anak laki-laki kepada teman-temannya anak ketika mereka dewasa.
Terlebih lagi konsep cowok sejati tidak menangis karena identik dengan kelemahan, akhirnya menjadi suatu panduan bagi anak laki-laki ketika membentuk identitas diri sebagai pria. Bahkan pemikiran tersebut juga menjadi pegangan bagi wanita ketika mereka memilih pasangan hidup mereka.

Benarkah Bahwa Menangis Berarti Lemah?
Mari kita mundur sejenak dan merenungkan, apakah benar salah satu ciri pria sejati adalah mereka tidak seharusnya menangis? Jika memang demikian mengapa Tuhan menciptakan air mata untuk kita? Mengapa dalam Alkitab Salomo menuliskan
Pengkhotbah 3:4
“ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari”. Jika waktu menangis ini konsep yang hanya berlaku untuk para wanita, harusnya lebih jelas dituliskan, “ ada waktu untuk menangis …“
Tetapi pada kenyataannya sejak awal Tuhan menciptakan kemampuan untuk menangis bagi manusia, bahkan Tuhan menciptakan perlengkapan untuk menangis dengan detail di bagian tubuh manusia, ada lubang di ujung bagian mata, kemudian dengan detail Tuhan menciptakan saluran “pembuangan” yang berkoneksi dengan bagian tubuh lain seperti hidung dan sebagainya.
Menangis Menurut Alkitab
Jika menangis berarti lemah, mengapa di dalam Alkitab Tuhan Yesus juga menangis?
- Yohanes 11:35 – Yesus menangis ketika Lazarus mati.
- Lukas 19:41 – Yesus menangis karena masih banyak orang-orang yang belum sadar bahwa kedatangan Allah sudah semakin dekat.
- Ibrani 5:7-9 dituliskan Yesus sudah mempersembahkan doa dan permohonan dengan meratap tangis kepada Allah Bapa untuk bisa melepaskan diri dari maut.
Melalui kisah Yesus di dalam Alkitab ini kita melihat bahwa Yesus mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan hatinya seperti sedih, ketakutan, kedukaannya secara jujur dengan air matanya. Dari sini, kita dapat melihat bahwa menurut pandangan dari sisi Alkitab, menangis tidak berarti lemah.
Pandangan Dunia
Sebaliknya, melalui berbagai media, kita dapat melihat bahwa dunia mengajarkan bahwa menangis berarti lemah. Sebagai contoh, dalam berbagai film dan kartun, seringkali kita melihat dan mendengar bahwa ketika anak laki – laki mulai mencucurkan air matanya, mereka selalu diajarkan bahkan diperintahkan untuk tidak boleh segera diam, dan diberitahu bahwa
“BOYS DON’T CRY
Karena itu, ketika perkataan laki-laki tidak boleh menangis itu diucapkan, tanpa sadar tertanamlah stereotipe bahwa laki-laki sejati seharusnya tidak boleh mengekspresikan perasaannya. Laki-laki sejati harus terus menunjukkan bahwa mereka baik-baik saja, meskipun badai besar menerjang kehidupannya.
Dampak Yang Terjadi
Dampak dari stereotipe tentang “pria sejati” ini pada akhirnya menjadi boomerang bagi para pria. Mereka “dipaksa” untuk tidak mengekspresikan perasaan, kesedihan, sakit, kedukaan secara jujur. Mereka “dipaksa” untuk mengenakan topeng dan mendorong serta meniadakan dan menolak semua perasaan yang ada hanya demi konsep pemikiran lelaki sejati itu kuat, selalu baik-baik saja, tidak boleh mencucurkan air mata mereka, dan bahkan tidak menunjukkan perasaan hatinya dengan jujur.
Artikel di Irish Time yang ditulis oleh Geraldine Walsh mengungkapkan bahwa
Lebih banyak pria yang mengalami gangguan kesehatan mental dan pada akhirnya membunuh diri dibanding wanita.

Tips Untuk Meregulasi Emosi
1. Mengindentifikasi perasaan apa yang muncul dalam diri.
Marah, sedih, takut karena adanya kejadian yang setiap pribadi persepsikan dengan cara yang berbeda karena adanya pengalaman dan kejadian dalam hidup setiap orang yang berbeda.
2. Menerima perasaan tersebut.
Menerima bahwa dirinya marah karena merasa tersinggung atas perkataan orang lain. Perkataan tersebut dianggap sebagai penghinaan.
3. Tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaan dengan cara yang benar.
Mungkin dengan menangis seseorang akan merasa lebih lega, sehingga kemudian emosinya mereda, baru siap untuk diajak mendiskusikan masalah.
4. Berikan waktu dan tempat untuk diri sendiri dan orang lain.
Ada sebagian orang yang ketika menghadapi permasalahan membutuhkan waktu sendiri untuk merenung dan menenangkan diri (Flight response). Hargai dan sadari bahwa setiap orang berbeda dalam menghadapi permasalahan.
Kemampuan meregulasi emosi akan memunculkan kepercayaan diri seseorang dalam menghadapi relasi sosial, sehingga pada akhirnya akan membuat seseorang mampu mengatasi permasalahan yang ada di dalam kehidupannya dengan lebih “sehat”.
Mari berhenti melarang anak-anak untuk menangis, izinkan mereka memahami, mengerti dan mengungkapkan perasaaan mereka dengan sehat.Tentunya akan membuat anak-anak dan bahkan diri kita bisa menjadi pribadi yang lebih “sehat”.

Article by Ms Yunita S.Psi
School Counselor
One Reply to “Menangis Berarti Lemah ?”
Comments are closed.